Publikasipendidikan.com | Bali – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menetapkan Rektor Universitas Udayana (Unud) I Nyoman Gde Antara sebagai tersangka terkait kasus korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun akademik 2018 sampai 2022.
“Penyidik menemukan keterlibatan tersangka baru. Sehingga, penyidik Kejaksaan Tinggi Bali menetapkan satu orang tersangka yaitu saudara Prof Dr. INGA (I Nyoman Gde Antara),” kata Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali Putu Eka Sabana kepada wartawan, Senin (13/3/2023).
Eka mengatakan penetapan Gde Antara sebagai tersangka berdasarkan alat bukti dan keterangan para saksi selama proses penyidikan berlangsung.
“Berdasarkan alat bukti yang ada, penyidik menemukan keterlibatan tersangka baru sehingga pada tanggal 8 Maret 2023 penyidik pada Kejaksaan Tinggi Bali menetapkan kembali satu orang tersangka, yaitu Prof. Dr. INGA,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Bali, Agus Eka Sabana Putra, pada Senin, 13 Maret 2023.
Rektor Universitas Udayana diduga melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatan tindak pidana korupsi itu diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp105.390.206.993 dan Rp3,9 miliar. Juga merugikan perekonomian negara hingga sekitar Rp334,5 miliar.
Penyidik menyimpulkan bahwa rektor Universitas Udayana ada dugaan ikut berperan dalam tindak pidana korupsi dana SPI mahasiswa baru Seleksi Jalur Mandiri Universitas Udayana Tahun Akademik 2018 hingga 2022.
Menanggapi kasus tersebut, Hermanto.S.Pd.K Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Badan Anti Korupsi Nasional (LSM-BAKORNAS), berharap agar seluruh pihak dan APH mengusut tuntas dan menanggapi keluhan masyarakat terkait banyaknya modus dana sumbangan yang terjadi diberbagai jenjang Pendidikan. Hal itu disampaikannya pada para awak media, Depok (13/3/23).
Aktivis Nasional tersebut mengutarakan, LSM BAKORNAS masih banyak menerima keluhan, laporan dan pengaduan Masyarakat adanya praktik kutipan yang sarat dengan korupsi dengan modus dana sumbangan. Dengan berdalih dilakukan dan dikelola oleh komite sekolah telah terjadi kutipan dengan jumlah yang tergolong besar dan bervariasi.
Ketum BAKORNAS tersebut juga menuturkan, sudah seharusnya pihak sekolah bisa dijerat pasal di UU Tipikor meski pungli itu hasil inisiasi komite sekolah.
Ia mengatakan, “Itu merupakan modus lama. Banyak sekolah mengatasnamakan atau bekerja sama dengan komite sekolah,” terangnya.
“Suatu perbuatan yang dilarang peraturan perundang-undangan, seperti pungli, tetap terlarang ya, meskipun disetujui atau bahkan diprakarsai komite sekolah,” lanjutnya.
Hermanto menjelaskan bahwa Sumbangan Pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orangtua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan. Sedangkan Pungutan Pendidikan penarikan uang oleh Sekolah kepada peserta didik, orangtua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan. (BAKORNAS)