PublikasiPendidikan.com | PHMI | Depok – Perisai Hukum Masyarakat Indonesia (PHMI) mendesak agar lembaga penegak Hukum segera memeriksa Kepala Dinas, PPK, PPTK, Kontraktor Pengawas dan Kontraktor Pelaksana terkait Anggaran Proyek Tender Sebesar 174,5 Miliar Pada Dinas Perumahan Dan Permukiman Kota Depok.
Bahwa PHMI telah menyoroti Anggaran Belanja Tahun 2024 Sebesar Rp.174.595.231.327, yang dilakukan dengan metode Tender terhadap 17 Paket Pembangunan. Dinataranya yaitu :
1. Pembangunan dan Penataan Lingkungan SMPN 13 (Limo)
2. Pembangunan dan Penataan Lingkungan SMPN 34 (Beji
3. Pembangunan dan Penataan Lingkungan SMPN 32 (Sukmajaya)
4. Pembangunan dan Penataan Lingkungan Masjid Jatijajar
5. Pembangunan dan Penataan Lingkungan Depok Open Space Kawasan Balaikota Depok Tahap 2
6. Pembangunan dan Penataan Lingkungan Kantor Kecamatan Limo
7. Pembangunan dan Penataan Lingkungan Kantor Kelurahan Depok Jaya
8. Pembangunan dan Penataan Lingkungan Kantor Kelurahan Tapos
9. Pembangunan dan Penataan Lingkungan Kantor Kelurahan Mekarsari
10. Pembangunan dan Penataan Lingkungan Kantor Kelurahan Beji Timur
11. Pembangunan dan Penataan Lingkungan Kantor Kelurahan Curug Bojongsari
12. Pembangunan dan Penataan Lingkungan Kantor Kelurahan Duren Mekar
13. Pembangunan dan Penataan Lingkungan Kantor Kelurahan Pangkalan Jati
14. Pembangunan dan Penataan Lingkungan Kantor Kelurahan Serua
15. Pembangunan dan Penataan Lingkungan Kantor Kelurahan Kedaung
16. Rehabilitasi dan Penataan Lingkungan Gedung Dibaleka.
17. Rehabilitasi dan Penataan Lingkungan Rusunawa
Namun Dinas Perumahan Dan Permukiman Kota Depok bungkam, padahal surat PPID dari PHMI telah diterima oleh Dinas Perumahan Dan Permukiman Kota Depok sejak tanggal 29 September 2025 dengan nomor surat 026/DPP/PHMI/IX/2025.
Namun Dinas Perumahan Dan Permukiman Kota Depok bungkam bahkan hingga tanggal 24 Oktober 2025 surat PHMI tersebut belum di respon.
Hal itu disampaikan langsung oleh Hermanto, S.Pd.K., S.H., CPS., CLS., CNS., CHL selaku Ketua Umum PHMI pada para awak media dalam keterangan resminya, (24/10/25) dalam keterangannya pada para awak media.
Hermanto menyebut Sudah seharusnya Dinas Perumahan Dan Permukiman Kota Depok membuka transparansi terkait Anggaran Proyek Tender Sebesar 174,5 Miliar sebagai bukti proses tender, pengawasan, pengerjaan dan pembayaran benar-benar dilakukan sesuai dengan ketentuan dan fakta serta kualitas maupun volume pengerjaan.
Keuangan Negara harus digunakan dengan jujur untuk memastikan uang rakyat tidak diselewengkan, mendukung pembangunan yang efektif, dan membangun kepercayaan publik. Kejujuran dalam mengelola keuangan negara melibatkan transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap aturan, yang pada akhirnya bertujuan untuk mencapai kemakmuran bangsa dan kesejahteraan rakyat, pungkas Hermanto.
Sebab dalam banyak kasus korupsi ditemukan Indikasi korupsi dalam proyek tender meliputi mark-up Harga Perkiraan Sendiri (HPS), proyek fiktif, penyelewengan spesifikasi, persekongkolan tender, pembayaran yang tidak lazim, serta maladministrasi proses pengadaan, hasil pekerjaan tidak sesuai perencanaan dan volume pekerjaan tidak memenuhi sebagaimana dalam perencanaan. Indikasi-indikasi ini sering kali merugikan negara dan menghambat pembangunan serta mengakibatkan kerugian negara serta publik.
Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 oleh KPK, risiko penyalahgunaan pengelolaan dalam sektor PBJ bisa mencapai 97% di kementerian/lembaga bahkan 99% di daerah. Dengan 53% responden internal mengakui adanya praktik penyalahgunaan, tutur Hermanto.
Temuan lain menunjukkan 49% pemilihan pemenang vendor sudah diatur, 56% kualitas barang tidak sesuai dengan harga, serta 38% hasil pengadaan tidak memberikan manfaat optimal.
Praktik nepotisme dan gratifikasi juga semakin meningkat, dengan 71% kenaikan kasus nepotisme dan 46% gratifikasi dari vendor ke penyelenggara negara. Bahkan, 9% responden menyatakan pemenang pengadaan sering memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat terkait, yang jelas merusak prinsip keadilan.
Sebgaimana telah diketahui publik bahwa penindakan kasus korupsi mayoritas terjadi di sektor pengadaan barang dan jasa, tutup Hermanto.

